Belajar dan bersyukur atas hal-hal kecil dalam kehidupan yang dipenuhi keinginan-keinganan besar.
Sabtu, 15 Mei 2010
Jalan-jalan di Goa Jepang, Biak Papua
Pertama kali kami pergi ke Goa Jepang adalah perjalanan yang sebelumnya tidak direncanakan. Kebetulan, dan ketika tiba di pintu masuk menuju goa kami terkesima dengan jejeran besi-besi meriam tua berbagai jenis lengkap dengan amunisi disekelilingnya. Saya sempat mengambil beberapa foto sebelum masuk menuju lokasi goa berada. Ada sebuah mobil jeep bekas yang mungkin dipakai tentara Jepang dalam Perang Dunia II dan bekas-bekas badan pesawat yang sudah tidak utuh dionggoh bersama besi tua lainnya. Setelah puas mengabadikan beberapa foto, saya pun lekas menyusul teman menuju lokasi Goa berada.
Goa Jepang sendiri berada jauh dibawah perbukitan. Untuk masuk kedalam kita harus menuruni anak tangga yang pijakannya lembab dan basah. Tampaknya Goa Jepang memang diperuntukan bagi wisatawan yang ingin menyaksikan secara langsung bukti-bukti sejarah Perang Dunia II yang tersisa di pulau ini karena memang dipelihara dengan baik dengan dibuatkan anak tangga menuju ke dalam dari bibir gua. Sesaat saya ragu namun penasaran untuk memasuki gua karena tampak gelap dari luar. Karena sudah kepalang tanggung saya pun masuk menilisik isi ke dalam. Langkah kaki kami harus perlahan karena anak tangga yang licin dan basah pun keadaan sekeliling yang gelap gulita. Sementara diluar gua terik langit siang kian menghilang berganti langit mendung menyambangi.
Terkesiap saya tak henti mengucap asmaNya menyaksikan pemandangan yang saya temui ketika sampai kedalam gua. Di dalamnya kami menyaksikan ruangan luas lingkaran seperti lobang bekas hantaman bom. Dinding-dindingnya tegar layaknya Coloseum Roma tempat para gladiator jaman Romawi diadu, seakan-akan kami berada dalam lapangan yang ditengah-tengahnya dikelilingi tembok-tembok tinggi skalaktit dan skalakmit. Jika menatap keatas kami dapat menyaksikan cahaya matahari masuk tersaring dahan-dahan pepohonan.
Puas sekali menikmati pancaran cahaya yang masuk menuju lobang bundar goa. Seakan-akan kembali ke masa-masa Perang Dunia II berkobar. Terngiang perlawanan tentara Nippon yang digempur oleh pesawat tempur Sekutu dari langit. Mungkin goa ini jadi saksi bisu dimana kerakusan ego tiap negara saat itu diadu.
Saya tidak habis pikir negeri Sakura yang hanya sepersekian dari luas wilayah Indonesia itu dahulu mampu meluluhlantahkan Pelabuhan Mutiara (Pearl Harbor) Amerika. Perairan Pasifik pun mampu mereka kuasai. Kendatipun Hiroshima dan Nagasaki hancur lebur ‘dicium’ sang Little Boy toh merekapun dapat bangkit dari keterpurukan kekalahan Perang Dunia II sampai saat ini mereka mengungguli kita diberbagai lini. Harusnya kita pun mampu melebihi mereka.
Hanya harapan yang menghinggapi...
Kami tidak berlama-lama berada didalam goa. Awan gelap seakan sudah tidak sabar memuntahkan air jernihnya ke daratan. Rintik hujan perlahan pasti mendapatkan gilirannya menyentuh dedaunan sampai akhirnya berkumpul bersama ditanah harapan. Berbondong-bondong mengantri menuju daratan rendah dibawahnya. Bersama dengan derasnya hujan kami pun berderas meninggalkan Goa Jepang. Berharap tiada lagi perang di Bumi ini seperti Perang Dunia II yang menyejarah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar